ESAI | KONTROVERSI MEDIA MASSA DI ZAMAN PANDEMI COVID 19
KONTROVERSI MEDIA MASSA DI ZAMAN PANDEMI COVID 19
Informasi yang hadir di media saat ini sering menimbulkan kebingungan bagi masyarakat umum. Setiap media berlomba - lomba menyajikan informasi yang sering dipengaruhi oleh berbagai kepentingan. Sementara itu, pemerintah juga berusaha menyajikan berita untuk memberi pengetahuan, pemahaman, dan kepastian di masyarakat, sehingga masyarakat memiliki pegangan informasi yang akurat.
Saat ini, hampir semua negara di berbagai belahan dunia sedang mengalami pandemi covid-19. Virus tak kasat mata tersebut telah memakan korban di lebih dari 181 negara, dengan jumlah lebih dari 10.275.481 orang terinfeksi. Jumlah korban meninggal pun mencapai 505.071 orang, dan pasien sembuh sebanyak 5.577.055 orang (Worldometers, 2020).
World Health Organization (WHO) sudah menetapkan virus covid-19 sebagai pandemi karena terjadi penyebaran virus yang sangat cepat. Amerika Serikat saat ini menjadi episentrum covid-19 dengan total jumlah mencapai 2.637.241 kasus, 128.438 kematian, dan 1.093.545 pasien sembuh. Kemudian, di peringkat kedua disusul oleh Brazil dengan 1.345.470 kasus, 57.659 kematian, 733.848 pasien sembuh. Setelah itu adalah Rusia dengan 641.156 kasus, 9.166 kematian, dan 403.430 pasien sembuh. Di Indonesia sendiri, saat ini terdapat 55.092 kasus, 2.805 kematian, dan 23.800 pasien sembuh (Worldometers, 2020).
Angka tersebut akan terus bertambah apabila masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh setiap warga negara yang mengabaikan protokol kesehatan dan acuh terhadap himbauan dari pemerintah. Di masa pandemi covid-19 ini, media menjadi hal yang paling dekat dengan masyarakat. Melalui gawai, masyarakat dapat mengakses berita mengenai covid-19 dengan sangat mudah dan kemudian menjadi konsumsi informasi sehari - hari masyarakat. Akibatnya, frekuensi media dengan headline mengenai pandemi covid-19 menjadi tinggi. Tagar mengenai Covid-19 di media elektronik melalui website pun menempati peringkat pertama dalam pencarian.
Media televisi secara masif juga memberikan berita mengenai covid-19 selama 24 jam dalam satu hari. Dalam waktu singkat, pandemi covid-19 telah mengubah media menjadi salah satu institusi sosial yang sedang berada pada titik keramaian
Media tidak hanya berinteraksi dengan satu institusi saja, namun juga berinteraksi dengan berbagai institusi di luar itu. Media akan berinteraksi dengan pemerintah, masyarakat, dan pasar. Pierre James (1990) dalam hal ini memaknai pemerintah sebagai perwujudan negara; masyarakat sebagai komunitas audience yang menjadi komunikan dalam proses bermedia; dan pasar sebagai tempat bertemunya penawaran dan permintaan.
James berpendapat bahwa proses kapitalisasi informasi mengakibatkan media lebih memihak pada kepentingan pasar. Kepentingan pragmatis seperti clickbait sering menjadi prioritas utama dalam mendukung proses kapitalisasi informasi bagi media tersebut. Perlu disadari bahwa media di samping memiliki visi maupun idealisme juga bergerak untuk mendapatkan profit oriented. Banyaknya media yang ada saat ini seakan menciptakan arena kontestasi. Bagi media tercepat dalam menyajikan berita, dialah yang mendapat hati di masyarakat. Padahal, ketika mengutamakan kecepatan tanpa mempedulikan kebenaran melalui proses cross check pada sumber utamanya justru akan menjadi boomerang bagi media itu sendiri.
Isi Salah satu media yang menjadi sorotan pada esai ini adalah The Telegraph. Di dalam media The Telegraph terdapat banyak artikel mengenai pandemi covid-19 yang informatif, namun dengan penggunaan bahasa yang justru membangkitkan rasa takut, seperti misalnya dalam menggambarkan adegan lapangan di Wuhan. “Pasien yang memakai masker pingsan di jalan; Ratusan warga yang ketakutan berjejer pingsan di jalan; Ratusan warga yang ketakutan berbaris berdempetan, berisiko menulari satu sama lain; Di koridor rumah sakit yang sempit ketika mereka menunggu untuk dirawat oleh dokter dengan pakaian pelindung; Seorang tenaga medis yang berteriak penuh kekalutan” (Conversation, 2020) Pilihan kata yang digunakan mengindikasikan kesengajaan dalam penggunaan pilihan kata yang berlebihan untuk mendapatkan hati masyarakat. Tujuan dari pilihan kata tersebut adalah untuk membangun rasa penasaran para pembaca (clickbait), sehingga para pembaca pun akan lekas membaca konten tersebut. Hal ini dapat membahayakan para pembaca karena berpotensi menjadi infodemik. Pemberitaan media mengenai covid-19 yang membangkitkan rasa takut jauh lebih membahayakan dari pandemi covid-19 itu sendiri.
0 Response to "ESAI | KONTROVERSI MEDIA MASSA DI ZAMAN PANDEMI COVID 19"
Post a Comment